Empat Faktor Menggapai Cinta Allah
Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul yang paling mulia, Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya. Amma Ba’du.
Bagaimanakah engkau mendapatkan cinta Allah ? Bagaimanakah engkau meraih keridhaanNya? Dan bagaimanakah engkau menjadi hambaNya ? Sesungguhnya cita-cita yang paling luhur dalam Islam adalah, saat engkau menjadi orang yang dicintai oleh Allah, orang yang dekat denganNya dan menjadi kekasih dan WaliNya. Karena itulah Rasulullah mengelompokkan para wali (orang-orang beriman) menjadi dua kelompok; orang yang pertengahan dalam beramal dan orang yang terdepan dalam melakukan kebajikan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang memusuhi kekasihKu, maka dia telah menantang perang denganKu, tidaklah hambaKu bertaqarrub kepadaKu dengan amal ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan hambaKu tiada henti-hentinya bertaqarrub kepadaKu dengan segala yang sunnah hingga Aku mencintainya. Maka jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya, yang dengannya dia mendengar, menjadi penglihatannya, yang dengannya dia memandang, menjadi tangannya, yang dengannya dia menggenggam, dan menjadi kakinya yang dengannya dia melangkah. Jika dia meminta kepadaKu, niscaya Aku akan penuhi permintaannya dan jika dia berlindung kepadaKu, niscaya Aku akan melindunginya.”
Ini adalah hadits wilayah(hadits yang menjelaskan tentang waliyullah/kekasih Allah) yang telah diuraikan maknanya oleh para ulama dalam buku-buku mereka. Hadits ini merupakan hadits yang amat agung dalam Islam, dan Imam asy-syaukani memiliki uraian yang indah dalam bukunya yang berjudul, “Qathr al-Waly Fi Syarh Hadits al-Waly”.
Dalam hadits ini Allah mengelompokkan orang-orang yang beriman menjadi dua kelompok, orang yang pertengahan dalam beramal (al-Muqtashid) dan orang yang terdepan dalam melakukan kebajikan (as-sabiq bil khairat).
Al-Muqtashidadalah orang yang menunaikan segala yang wajib dan as-sabiq bil khairat adalah orang yang mendekatkan diri(bertaqarrub) kepada Allah dengan segala yang sunnah. Allah berfirman,
“Kemudian Kitab ini kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan.”(Fathir : 32)
Ibnu Taimiyah berkata yang artinya, “Semua golongan itu akan masuk surga.”
Ini merupakan berita gembira bagi kita karena kita menganggap diri kita termasuk orang-orang yang menganiaya diri.
Masruq bertanya kepada Aisyah “Wahai ibu, siapakah orang-orang yang terdepan dalam melakukan amal kebajikan ?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang terdepan dalam melakukan amal kebajikan adalah orang-orang yang pernah hidup bersama Rasulullah dan orang-orang yang pertengahan adalah orang-orang yang datang setelah mereka atau yang mengikuti mereka. Sedangkan orang-orang yang menganiaya dirinya adalah saya dan kamu.”
Ini adalah sikap tawadhu’ yang diperlihatkan oleh Aisyah.
Faktor-Faktor Menggapai Cinta Allah
Adapun faktor - faktor untuk menggapai cinta Allah adalah sebagai berikut :
Pertama, al-Qur’an al-Karim
Sesuatu yang paling besar manfaatnya dan paling dapat mendekatkan seseorang kepada Allah adalah Al Qur’an, karena dialah kitab yang agung yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah.
Maka tidak ada kesuksesan bagi umat ini dan tidak ada kebahagiaan baginya selain membaca dan mentadaburial-Quran. Ketika umat jauh dari al-Qur’an dan mencari alternatif lain selainnya, maka Allah akan melemparkan mereka dalam perdebatan.
Tirmidzi dan Abu Umamah meriwayatkan secara marfur’bahwa Rasulullah bersabda,
“Tidaklah suatu kaum tersesat setelah mereka mendapatkan petunjuk, melainkan mereka dijadikannya saling berdebat.”
Umat Islam kini hidup dalam kerendahan nilai, prinsip dan pendidikan, ketika mereka berpaling dari al-Qur’an dan sunnah. Sehingga forum-forum mereka mandul, tidak memiliki faedah dan manfaat apa-apa serta tidak memberikan kebaikan kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Umat yang mengambil kebudayaannya dari selain al-Qur’an, adalah umat yang tidak memiliki intelektualitas, daya nalar dan kemuliaan. Karena itulah, siapa pun yang mencermati kehidupan generasi as-salaf-as-shalih pada abad-abad yang utama, akan mendapati mereka memegang teguh al-Quran dan sunnah. Sehingga mereka menjadi generasi yang paling pantas, paling ikhlas, paling jujur, dan paling mulia dalam beribadah, zuhud dan kembali kepada Allah.
Namun ketika berpaling kecuali orang – orang yang dirahmati Allah dari al-Qur’an, maka hati kita menjadi mati dan kita kehilangan cahaya, sinar dan keinginan cahaya, sinar dan keinginan untuk kembali kepada Allah.
Allah berfirman kepada RasulNya, “Dan supaya aku membacakan al-Qur’an (kepada manusia)”. (An-Naml : 92). Tugas Nabi adalah membacakan al-Qur’an kepada Manusia dan karena itulah di awal hayatnya, beliau melarang menulis hadits agar manusia tidak disibukkan dengan hadits hingga meninggalkan al-Qur’an.
Muslim meriwayatkan dari Hisyam bin Sa’d bin ‘Amir dari bapaknya dari kakeknya – bapak dan kakeknya merupakan dua orang sahabat Anshar yang ikut dalam perang Badar dan Uhud – sebuah bait sya’ir yang berbunyi,
“Itulah, akhlak-akhlak mulia, bukan sekedar dua campuran antara susu dengan air yang akhirnya menjadi kering.”
Jika seorang muslim ingin membanggakan diri, maka berbanggalah dengan ujian yang didapatnya dalam Islam, keberanian dan pengabdiannya untuk agama ini dan kemauannya meninggikan kalimat “La ilaha illallah.”
Adapun orang yang membanggakan diri dengan nasab, keluarga, etnis, kedudukan dan jabatan, maka itulah kebanggaan yang dilakukan Fir’aun dan orang-orang yang sama dengannya sampai Allah mewarisi bumi ini dan segala yang ada di atasnya.
Sa’ad bin Hisyam bin Amir berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah.” Dia berkata, “Akhlak beliau adalah al-Qur’an.”
Itulah ungkapan yang amat padat setelah al-Qur’an dalam menggambarkan pribadi Rasulullah. Seolah-olah beliau adalah al-Qur’an yang berjalan di atas muka bumi. Jika engkau membaca al-Qur’an, maka seakan engkau membaca kehidupan Nabi.
Allah berfirman kepada NabiNya dalam al-Qur’an,
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(al-Qalam : 4)
“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran : 159)
Allah berfirman,
“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raf : 199)
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (Keimanan dan Keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin .” (At-Taubah : 128)
Rasulullah telah mengajarkan kepada para sahabatnya bagaimana hidup bersama al-Qur’an melalui hadits – hadits yang jika dibaca oleh seorang muslim, akan menjadikan hatinya rindu ingin mendengarkan al-Qur’an.
Muslim meriwayatkan dari Abu Umamah bahwasanya Rasulullah bersabda :
“Bacalah al-Qur’an, karena karena kelak pada hari kiamat ia akan memberi syafa’at bagi para pembacanya.”
Jika al-Qur’an akan memberi syafa’at kepadamu, maka sungguh bahagianya hatimu.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ustman bahwa Rasulullah bersabda,
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Demi Allah, orang yang paling baik, paling luhur dan paling mulia dari kita adalah orang yang hidup bersama al-Qur’an.
Inilah kriteria yang Allah turunkan ke bumi, bukan kriteria penghuni bumi dan kaum materialis yang memandang manusia berdasarkan kedudukan, jabatan dan keturunan.
Karena itulah, Rasulullah memposisikan manusia sesuai dengan kadar kedekatan mereka dengan al-Qur’an dan beliau menghormati mereka sesuai dengan kadar hafalan mereka terhadap Kitabullah dan sesuai dengan kadar bacaan mereka terhadapnya.
Anas berkata, Rasulullah mengirim suatu pasukan untuk berperang di jalan Allah. Lalu beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang hafal al-Qur’an ?” Semuanya terdiam. Nabi lalu bertanya lagi, “Adakah seseorang dari kalian yang hafal al-Qur’an ?” Seorang laki-laki menjawab. “Aku wahai Rasulullah” Beliau bertanya kepadanya, “Surat apa yang kamu hafal?” Dia menjawab, “Saya hafal surat al-Baqarah”. Akhirnya beliau berkata kepadanya, “Pergilah, kamulah yang menjadi pemimpin pasukan ini.”
Inilah kriteria kelayakan dalam Islam, orang-orang yang komitmen dengan prinsip La ilaha illallah dan orang-orang yang kembali kepada Allah.
Selagi kamu hafal surat al-Baqarah di dalam dadamu, kamu hidup bersamanya dan mengamalkan kandungannya, maka kamulah yang menjadi pemimpin pasukan.
Jabir berkata, “Rasulullah menanyakan para korban perang Uhud yang terbunuh. Siapa dari mereka yang paling banyak menghafal al-Qur’an, maka beliau mendahulukannya memasukkan ke dalam liang lahad.”
Al-Qur’an adalah teman berbicara di malam hari. Bahkan jika kamu memasuki rumah salah seorang sahabat Muhajirin atau Anshar, maka kamu akan mendapati al-Qur’an digantungkan di rumahnya, sedang pedang disampingnya. Pedang untuk menaklukkan negeri dan al-Qur’an untuk menaklukkan hati.
Karena itulah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa disebutkan bahwa Rasulullah mendengarkan bacaannya di malam hari. Abu Musa memiliki suara yang sangat indah yang mengalir ke dalam hati sehingga mampu berbicara secara langsung kepada jiwa manusia.
Rasulullah keluar dan merebahkan tubuhnya di emperan masjid yang berada di dekat rumahnya. Beliau pun mulai mendengarkan bacaan Abu Musa. Di pagi harinya, Nabi berkata kepadanya, “Engkau telah dikaruniai suara seperti suling keluarga Nabi Daud. Abu Musa bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tadi malam engkau mendengarkanku?” Beliau menjawab, “Ya, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya”. Abu Musa berkata lagi, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, seandainya aku tahu engkau mendengarkanku, aku akan memperindah bacaanku untukmu.” Yaitu memperindahnya hingga lebih membekas lagi.
Al-Qur’an seluruhnya amat menakjubkan. Allah berfirman,
“Katakanlah (Hai Muhammad) Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Qur’an), lalu mereka berkata, “Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Qur’an yang menakjubkan.” (Al-Jin : 1).
Seorang ahli tafsir mengatakan, “menakjubkan” hingga jin pun menikmati al-Qur’an. Karena itulah jin mengatakan sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Ahqaf,
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata ,.”Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).”Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kita yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari adzab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari Adzab Allah di muka bumi dan dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Ahqaf : 29-32).
Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah kembali dari Tha’if, yaitu ketika beliau membaca Al-Quran di sebuah lembah kebun kurma. Ketika para jin mendengarkan al-Qur’an, mereka pun akhirnya masuk Islam dan beriman. Lalu kembali kepada kaum mereka untuk memberikan peringatan kepada mereka dan meninggikan kalimat “La ilaha illallah Muhammad Rasulullah.”
Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya orang yang di dalam perutnya, tidak akan sedikit bacaan Al-Quran seperti rumah yang rusak.
Rumah yang tak berpenghuni adalah rumah yang ditempati burung-burung gagak, ular dan kalajengking.
Sedangkan hati yang tak diisi oleh al-Qur’an adalah hati yang diisi kemunafikan, bisikan setan, bisikan jahat, cinta buta, nyanyian-nyanyian kotor dan pandangan buruk.
Rasulullah memberi kabar gembira kepada sahabatnya dengan kedudukan dan kedekatan mereka dengan al-Qur’an.
Rasulullah berkata kepada sayyidul Al-Qurra’ Pemimpin para penghapal al-Qur’an). Ubai bin Ka’ab dari golongan Anshar, ‘Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk membacakan kepadamu ayat ini,
“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya).”(Al-Bayyinah : 1)
Allah dari atas langit yang tujuh menyebut-nyebut nama Ubai, salah seorang sahabat Nabi, kemuliaan apakah ini ?
Ubai berkata, “Apakah Allah menyebut-nyebut namaku kepadamu ?” Rasulullah menjawab, “Ya, demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya.” Akhirnya air mata Ubai pun menetes dan Rasulullah membacakan kepadanya surat al-Bayyinah.
DalamShahih Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah hendak bertanya kepada Ubai untuk menguji kedekatannya dengan al-Qur’an, banyak hafalannya, pengetahuannya dan kecerdasannya.
Beliau bertanya, “Wahai Abu Mundzir, ayat apakah yang paling agung dalam al-Qur’an ?”
Ubai menjawab, Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.”
Beliau bertanya kembali, “Ayat apakah yang paling agung dalam al- Qur’an ?”
Ubai menjawab,
“Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya).” (Al-Baqarah : 255).
Rasulullah kemudian mengulurkan telapak tangannya, dan memukulkannya ke dada Ubai sambil berkata, “Hendaklah ilmu membuatmu bahagia, wahai Abu Mundzir.”
Inilah ilmu yang menjadi rebutan dan inilah ilmu yang bermanfaat. Maka jadilah Ubai sebagai sayyidul qurra’ (pemimpin para penghafal al-Quran). Rasulullah bahkan ketika lupa salah satu ayat lalu beliau diingatkan oleh salah seorang sahabat, beliau bertanya kepada Ubai usai shalat untuk memastikan, karena kedudukannya dengan al-Qur’an.
Sedangkan Rasulullah sendiri adalah orang yang sangat terpengaruh dengan al-Qur’an dan amat memperhatikannya.
Ibnu Abi Hatim dalam menafsirkan surat al-Gasyiyah menyebutkan, bahwa Rasulullah mendengar seorang wanita membaca al-Qur’an di malam hari. Beliau lalu meletakkan kepalanya di pintu rumah wanita itu yang terus membaca tanpa mengetahui bahwa Rasulullah sedang mendengarkannya. Dia membaca ayat,
Sudah datangkah kepadamu (tentang) hari pembalasan (Al-Ghasyiyah : 1)
Rasulullah pun menangis dan berkata, “Ya, telah datang kepadaku, ya, telah datang kepadaku.”
Para sahabat pun mendapat pengaruh al-Qur’an dari Rasulullah ketika mereka melihat beliau hidup bersama ayat-ayatnya seakan beliau melihatnya langsung.
Ibnu Katsir dalam bukunya al-Bidayah wa an-Nihayah ketika menyebutkan biografi Umar mengatakan bahwa Umar pernah sakit karena terpengaruh oleh satu ayat, sehingga para sahabat menjenguknya.
Dalam satu riwayat dikatakan bahwa ayat tersebut adalah firman Allah,
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, Kenapa kamu tidak tolong-menolong ? Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.” (Ash-Shafat : 24-26).
Dengan demikian, maka tidaklah mungkin seorang hamba mencintai Allah sebelum dia mencintai al-Qur’an. Karena itulah Ibnu Mas’ud mengatakan, “Janganlah seseorang dari kalian bertanya tentang cintanya kepada Allah, tetapi tanyakanlah kepada dirinya tentang cintanya kepada al-Qur’an”. Jika engkau mencintai al-Qur’an, maka engkau telah mencintai Allah, dan seberapa besar cintamu kepada al-Qur’an, maka sebesar itu pulalah cintamu kepada Allah.
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Usaid bin Khudhair bangun untuk membaca surat al-Baqarah, lalu kudanya berkeliling di kandangnya. Usaid membatalkan shalatnya karena kuda itu hampir saja menginjak anaknya dengan kakinya. Tiba-tiba ia melihat sebuah bayangan mendekati kepalanya dan peristiwa itupun diceritakannya kepada Rasulullah. Beliau bertanya, “Apakah kamu benar-benar melihatnya ?” Usaid menjawab, “Ya” Beliau berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya malaikat turun untuk mendengarkan bacaanmu. Seandainya engkau membaca hingga pagi, tentu orang-orang akan melihatnya, karena tidak ada sesuatu yang dihalanginya.” Hadits dengan lafazh ini atau yang seperti ini adalah shahih.
Paras sahabat malamnya selalu bersama al-Qur’an, sedangkan kita, malam kita habis bukan bersama al-Qur’an, tetapi begadang yang tidak bermanfaat, mengobrol dan berdebat yang dibenci yang tidak berguna dan tidak mendekatkan kita kepada Allah serta tidak memberikan manfaat untuk dunia dan akhirat. Maka kita rugi karena tidak membuat kita dekat dengan Allah dan jauh dari derajat orang-orang yang baik.
Malam-malam kita habis dengan segala permainan dan kemaksiatan, sedangkan malam – malam mereka habis dengan al-Qur’an dan tahajud.
Saya katakan kepada malam, apakah di perutmu ada rahasia
yang penuh dengan obrolan dan rahasia ?
Dia berkata, “Saya tidak pernah menemukan dalam hidupku suatu perbincangan
seperti perbincangan para kekasih di waktu sahur .”
Malam yang dihabiskan oleh para sahabat bersama al-Qur’an, sangat sedikit dari kita yang melakukannya.
Ibnu Abbas berkata, “Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, lalu Rasulullah datang dan masuk ke rumahnya setelah shalat Isya, sedangkan aku tidur di atas bantal. Beliau bertanya, “Apakah anak itu sudah tidur ?”
Ibnu Abbas pura-pura tidur dan tidak tidur yang sebenarnya.
Maimunah menjawab, “Sudah.” Kemudian beliau pergi ke ranjang, lalu berzikir dan berdoa kepada Allah, lalu tidur.
Ibnu Abbas berkata, “Hingga aku mendengar dengkurannya.
Setelah itu beliau bangun, menghilangkan rasa kantuk di matanya dan membaca,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit-langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Mahasuci Engkau, maka perilahalah kami dari siksa neraka’.”(Ali Imran : 190-191).
Beliau membaca ayat-ayat ini sehingga sempurna sepuluh ayat.
Kemudian beliau bangun dan keluar dari rumah. Ibnu Abbas menyusulnya dengan membawa air dan wadah lalu meletakkannya di depan pintu.
Setelah kembali, beliau melihat air, dan bertanya kepada dirinya, “Siapakah yang meletakkan air untukku ?”
Ibnu Abbas menghafal kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Nabi pada malam itu. Kemudian beliau mendoakannya :
“Ya Allah, berikanlah kepadanya pemahaman dalam bidang agama dan ajarkanlah kepadanya takwil.”
Inilah awal kehidupan intelektualitas Ibnu Abbas
Kemudian Rasulullah menghadap ke Kiblat dan membaca,
“Ya Allah, bagiMu segala puji , Engkau yang mengurus langit dan bumi serta makhluk yang ada di dalamnya. BagiMu segala puji , Engkau cahaya langit dan bumi serta makhluk yang ada di dalamnya. BagiMu segala puji, Engkaulah raja langit dan bumi serta makhluk yang ada di dalamnya. BagiMu segala puji, Engkaulah yang Haaq, janjiMu haq, firmanMu adalah haq, surga adalah haq, neraka adalah haq, para nabi adalah haq dan Muhammad adalah haq.”
“Ya Allah, kepadaMu aku berserah, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku tawakal, kepadaMu aku kembali, kepadaMu aku mengadu dalam penyelesaian pertikaian, kepadaMu aku mengharap keputusan. Ampunilah segala yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan, apa yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan.”
Kemudian beliau bangun untuk melaksanakan shalat dan Ibnu Abbas ikut pula shalat bersama beliau pada malam yang panjang.
Rasulullah shalat dengan membaca Al-Qur’an hingga orang-orang yang ikut shalat bersamanya tidak mampu menahan diri hingga beliau selesai.
Ibnu Mas’ud berkata, “Pada suatu malam Rasulullah shalat dan aku pun ikut shalat bersamanya. Beliau membaca surat hingga aku ingin melakukan sesuatu yang buruk.” Ketika ditanya,” Apa yang ingin engkau lakukan?” Dia menjawab, “Aku ingin duduk dan meninggalkan Nabi.”
Hudzaifah berkata, “Aku shalat bersama Rasulullah, lalu beliau memulainya dengan membaca surat al-Baqarah. Aku katakan, Beliau ruku ketika telah membaca seratus ayat’ kemudian beliau membaca lagi al-Qur’an dan memulainya dengan surat an-Nisa’ (menurut susunan mushaf Ibnu Mas’ud), lalu membacanya. Aku katakan, ‘Beliau rukuk ketika telah sampai akhir surat.’ Kemudian beliau memulai lagi dengan membaca surat Ali Imran, lalu membacanya. Beliau bertasbih ketika menjumpai ayat tasbih, memohon karunia kepada Allah ketika menjumpai ayat rahmat dan berlindung kepada Allah ketika menjumpai ayat adzab.”
Ini shalat yang dilakukan oleh Rasulullah.
Jadi, faktor pertama yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah adalah membaca Al-Qur’an, hidup di bawah naungannya, mentadaburinya,lalu mengulangi bacaannya dan mengamalkannya.
Kedua, melepaskan dunia (tajarud ‘anidduniya) dan zuhud terhadapnya.
Ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sahal bin Sa’ad bahwasanya dia berkata, “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah, lalu dia bertanya, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku amal perbuatan yang jika aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia pun mencintaiku?” Beliau menjawab,
“Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan mencintaimu.”
Hal yang paling agung yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah adalah menyingkirkan cinta dunia dari hatinya.
Jika seorang hamba mengeluarkan cinta dunia dari hatinya dan mengisinya dengan cinta kepada Allah, maka Allah akan mencintainya.
Cinta Allah tidaklah dapat diraih kecuali engkau menjadi hambaNya dan penghambaan berarti tunduk, merendah dan pasrah kepada Allah.
Karena itulah Allah berfirman kepada RasulNya ketika memuliakannya dengan memperjalankannya dari al-Masjid al-Haram ke al-Masjid al-Aqsha (Isra’),
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya dari al-Masjid al- Haram ke al-Masjid al-Aqsha .” (Al-Isra : 1).
Ketika memberi peringatan kepadanya, Allah berfirman,
“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembahNya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya .” (Al-Jin : 19).
Ketika Allah menjelaskan bahwa Dia yang menurunkan al-Qur’an kepadanya. Dia berfirman kepadanya,
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur’an) kepada hambaNya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”(Al- Furqan : 1).
Keunggulan as-salaf as-shalih atas diri kita pada sisi ini, mereka telah melepaskan dunia. Dunia ada di tangan mereka, tetapi tidak ada di hati mereka. Karena itulah Allah mencintai mereka.
Rasulullah telah memperingatkan mereka dan juga kita dari cinta dunia dan menyembah kepadaNya. Sebab ada sebagian manusia yang menyembah dinar dan dirham. Ada yang menyembah khamishah(sejenis pakaian) dan khamilah(pohon-pohon yang lebat).
Ada pula yang menyembah jabatan dan pangkat.
Rasulullah bersabda,
“Celakalah hamba dirham,celakalah hamba dinar, celakalah hamba khamilah, celakakah hamba khamisah, celakalah ia dan tersungkurlah. Jika ia terkena duri semoga ia tidak bias mencabutnya.”
Mengapa mereka celaka ? Karena mereka telah menjadi budak hawa nafsu,
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya.” (Al-Jatsiyah : 23).
Kita telah sering mendengar kisah Muhammad bin Wasi’az-Zahid ketika bergabung dalam pasukan yang dipimpin oleh Qutaibah untuk meninggikan kalimat la ilaha illallah di belahan timur wilayah Islam.
Qutaibah ingin mengujinya di hadapan para komandan perang dan para menteri. Sambil memegang kantong berisi emas yang besarnya seperti kepala banteng, yang diperolehnya dari musuh, dia bertanya kepada mereka, “Apakah menurut kalian ada orang yang menolak kantong ini jika disodorkan kepadanya?’
Mereka menjawab, “Kami rasa tak seorang pun yang tidak menginginkan harta ini.
Qutaibah berkata, “Akan aku perlihatkan kepada kalian seorang dari umat Muhammad, yang emas baginya seperti debu. Panggillah Muhammad bin Wasi’ kepadaku!”
Kemudian para tentara pergi untuk membawa Muhammad bin Wasi’ menghadap kepada komandannya (Qutaibah). Mereka menemukannya sedang bertasbih, istighfar dan memuji Allah atas kemenangan kaum muslim.
Ketika dia menghadap, Qutaibah memberikan kepadanya emas, lalu dia pun mengambilnya. Qutaibah terkejut, karena dia mengira emas itu akan dikembalikan sehingga wajahnya berubah di hadapan para komandan dan menteri.
Muhammad bin Wasi’ lalu keluar dengan membawa emas. Qutaibah meminta kepadanya meminta kepada sebagian tentaranya untuk mengawasinya kemana di pergi ? Dan dia berkata, “Ya Allah janganlah Engkau pelesetkan dugaanku kepadanya”
Muhammad bin Wasi’ pergi membawa emasnya dan di jalan dia bertemu dengan seorang fakir miskin yang meminta-minta kepada tentara, lalu Muhammad bin Wasi’ memberikan seluruh emasnya kepadanya. Akhirnya berita ini disampaikan kepada Qutaibah dan dia pun berkata kepada para komandan dan menteri, “Bukankah aku katakan kepada kalian, ada seseorang dari umat Muhammad yang emas baginya seperti debu?”
Inilah kezuhudan! Dan kisah ini selalu saya ulang-ulang, karena dia amat membekas.
Kita perlu untuk selalu mengulang-ulangnya dalam khutbah-khutbah, nasehat-nasehat, pelajaran, pendidikan dan bimbingan agar manusia kembali kepada Allah. Sebab ada orang yang telah menjadi budak dunia sehingga tidak lagi mampu menghadiri majelis-majelis ilmu dan dakwah serta tidak mampu berkonsentrasi dalam zikir dan membaca al-Qur’an karena dunia.
Kita amat perlu untuk mengulang-ulang pelajaran ini agar hati-hati manusia sadar dan bangkit dari tidur dan kelalaiannya.
Ibnu Umar berkata, seperti yang tersebut dalam Shahih alBukhari, Rasulullah memegang pundakku dan berkata,
“Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melewati jalan.
Maka Ibnu Umar pun menjadi seorang sahabat yang paling zuhud terhadap dunia, bahkan dia lepaskan jabatan khilafah, padahal dia layak memangkunya seandainya dia meminta, karena hati semua orang telah tertarik kepadanya. Namun dia tinggalkan jabatan itu karena dia ingin mengamalkan nasehat Rasulullah. Dia seperti orang asing di dunia dan orang yang sedang melewati jalan, yang mengambil sedikit saja bekal dan meninggalkan segala kemewahannya.
Tajarud(melepaskan) dunia artinya engkau mengambil dari dunia ini apa yang berguna bagimu dan tidak membuatmu disibukkan olehnya serta menjadikannya sebagai penolong dalam rangka ketaatan kepada Allah.
Sementara sebagian orang memahami zuhud dengan meninggalkan dunia. Ini tidak benar.
Sebagian ulama menafsirkan zuhud dengan meninggalkan yang haram dan defenisi ini dinisbatkan kepada Imam Ahmad. Semua orang tentu dianggap zuhud jika zuhud hanya sebatas ini (meninggalkan yang haram).
Ibnu Taimiyah berkata, “Zuhud adalah meninggalkan segala yang tidak bermanfaat bagi akhirat. Sedangkan apa yang bermanfaat baginya, maka tidak boleh ditinggalkan”.
Ketiga,qiyamullail (shalat malam)
Faktor ketiga untuk meraih cinta Allah adalah shalat malam. Di sinilah kita mengadukan keadaan kita kepadaNya.
Allah menyebutkan sifat hamba-hambaNya dalam firmanNya,
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat : 17-18).
Juga dalam firmanNya yang lain,
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dalam harap, dan mereka menafkah-kan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (As-Sajadah : 16).
Tentang orang-orang yang beriman dari Ahli Kitab, Allah berfirman,
“Mereka itu tidak sama, di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat).” (Ali Imran : 113).
Rasulullah telah mendorong manusia agar melakukan shalat malam.
Shalat malam biasa dilakukan setengah jam atau sepertiga jam sebelum subuh, meski hanya dua rakaat agar Anda termasuk orang-orang yang mengingat Allah pada waktu itu.
Di dalam ash-Shahihaian,Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda,
“Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang tersisa, lalu Dia berkata, Adakah orang yang meminta, maka akan aku berikan permintaannya ? Adakah orang yang memohon ampunan, maka aku akan ampuni kesalahannya ? Adakah orang yang berdoa, maka aku akan kabulkan doanya?”
Allah turun sesuai keagunganNya dan kita tidak mempertanyakan bagaimana turunNya, tidak kita serupakan dengan makhlukNya dan kita tidak nafikan kandungannya.
Waktu ini adalah waktu yang banyak diabaikan orang, dan barangsiapa yang mengabaikannya, maka dia rugi dan hina, kecuali karena sakit, atau begadang untuk suatu kebaikan yang harus dilakukan, atau karena dalam perjalanan.
Rasulullah berkata, “Wahai Abdullah, maksudnya adalah Ibnu Umar janganlah seperti si Fulan, dia melakukan shalat malam, lalu meninggalkannya.
Hadits ini terdapat dalam kitab ash-Shahih
Ibnu Umar berkata, “Seorang sahabat apabila bermimpi, maka dia menceritakannya kepada Rasulullah, dan aku berharap bermimpi baik agar aku dapat menceritakannya kepada beliau.” Ibnu Umar berkata, “Ketika aku muda dan masih lajang, aku tidur di masjid, aku bermimpi dua orang laki-laki mengajakku ke sebuah sumur yang dibuat dari batu. Lalu aku melihat ke bawahnya dan aku merasa takut. Kedua orang yang mengajakku berkata, ‘Jangan takut.’ Lalu aku mengambil sehelai sutra yang jika aku isyaratkan ke arah manapun dari kebun yang hijau, niscaya aku dibawa terbang olehnya ke tempat itu. Di pagi hari aku ceritakan mimpiku kepada saudara perempuanku, Hafshah yang juga istri Rasulullah, lalu dia menceritakannya kepada beliau. Maka beliau berkata, “Sebaik-baik hamba Allah adalah Abdullah, seandainya dia melakukan shalat malam.
Nafi’ budak Ibnu Umar berkata, “Setelah itu Ibnu Umar tidak tidur di malam hari kecuali sedikit.”
Jika dalam perjalanan, Ibnu Umar juga tetap shalat, lalu dia bertanya kepada Nafi’, “Wahai Nafi’ apakah fajar telah terbit?” Jika dikatakan, ‘belum’, dia meneruskan shalatnya dan jika dikatakan, ‘telah terbit’, dia shalat witir satu rakaat, lalu menghadap Kiblat untuk melakukan shalat fajar.
Hal-hal yang dapat membantu melakukan shalat malam sebagaimana yang dikemukakan para ulama, antara lain :
- Mengurangi maksiat di siang hari Seorang laki-laki berkata kepada Hasan al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id, aku tidak bisa shalat malam,” Al-Bashri menjawab, “Demi Tuhan Ka’bah, maksiat telah mengikatmu.
- Membaca wirid yang diajarkan Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib dan Fatimah, yaitu tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 34 kali.
- Tidak begadang di malam hari, karena saat ini orang begadang bukan untuk melakukan sesuatu yang diridhai Allah, kecuali orang yang dirahmatiNya. Bagaimana mungkin orang yang tidak tidur dari pukul 12 malam hingga pukul 2 pagi bisa melakukan shalat malam ? padahal waktu ini adalah waktu shalat malam bagi as-salaf ash-shalih.
- Qailulah(tidur di siang hari) agar dapat melakukan shalat di malam hari atau mencari ridha Allah.
Shalat malam merupakan sunnah yang dilakukan Rasulullah dan syi’ar Islam. Ketika kita meninggalkannya, kita kehilangan panasnya iman, kehilangan waktu untuk melakukan perhitungan terhadap diri (muthasabatunnafsi) dan kehilangan kesempatan untuk menghadap kepada Allah.
Keempat,merenungkan ayat-ayat Allah
Allah berfirman,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi,dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang – orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’.” (Ali Imran : 190-191).
Setiap kali Anda merenungkan ayat Allah, maka ayat itu akan menunjukkanmu kepadaNya.
Di setiap sesuatu terdapat tanda
Yang menunjukkan keesaanNya
Sungguh aneh, bagaimana Tuhan ditentang
Atau bagaimana orang ingkar kepadaNya
Di setiap kejapan mata, di setiap pandangan, di setiap pohon, di setiap bunga, dan di setiap gunung terdapat ayat-ayat Allah.
Betapa banyak ayat-ayat Allah yang kita lewati, tapi kita mengambilnya sebagai pelajaran kecuali bagi orang yang ditolong Allah untuk bertafakur. Allah berfirman,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana dia dihamparkan.” (Ali-Ghasyiyah : 17-20).
Merenungkan ayat-ayat Allah adalah sesuatu yang akan mendorong Anda untuk beribadah kepadaNya. Ini adalah ibadah orang-orang shalih yang selalu merenungkan ayat-ayat Allah yang jelas, semua ciptaanNya dan keindahan ciptaan Tuhan langit sehingga mereka kembali dengan keimanan dan keyakinan.
Betapa indahnya seandainya perjalanan kita dan rekreasi kita, kita manfaatkan untuk merenungkan ayat-ayat Allah. Maka tidak ada sebuah pohon pun yang dilewati manusia, kecuali seakan pohon itu berbicara kepadanya, La ilaha illallah.
Inilah sarana paling besar untuk mencintai Allah yang menciptakan segala sesuatu bagi kita dan ayat-ayatNya agar kita dapat mengambilnya sebagai pelajaran, sehingga kita semakin dekat denganNya.
Tanyakanlah kepada dokter yang tertimpa kecelakaan
Wahai dokter yang tahu tentang kedokteran, siapakah yang telah mencelakakanmu ?
Tanyakanlah kepada orang sakit yang selamat dan sembuh
Setelah semua cara pengobatan tak mampu menolongnya, siapakah yang menyembuhkanmu ?
Tanyakanlah kepada lebah, wahai burung-burung lembah
Siapakah yang menghiasimu dengan madumu ?
Jika kamu melihat ular besar mengeluarkan bisanya
Tanyakanlah kepadanya, siapakah yang mengisi bias itu ke dalam dirimu ?
Tanyakanlah, wahai ular, bagaimana engkau hidup
Sedang racun bias memenuhi mulutmu ?
Segala puji bagi Allah yang Maha Agung dengan DzatNya.
Yang tidak ada seorang pun melainkan semuanya dariMu.
( Sumber : Buku "Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu" Karya Syekh Aidh Al Al Qarni )
0 komentar:
Posting Komentar